PENGETIAN SISTEM KOLOID
Koloid adalah jenis campuran heterogen yang terbentuk karena adanya dispersi suatu zat ke dalam zat lain yang dicampurkan. Nah, makanya, dalam sistem koloid itu terdapat fase terdispersi dan medium pendispersi. Apa sih bedanya?
Fase terdispersi adalah zat yang mengalami penyebaran secara merata dalam suatu zat lain, sedangkan medium pendispersi adalah zat yang menyebabkan terjadinya penyebaran secara merata.
Nah, kamu perlu tahu ya, pengertian fase di sini berbeda dengan wujud. Kenapa? Karena ada zat yang wujudnya sama, tetapi fasenya berbeda. Contohnya, santan. Kalau kita lihat lebih jelas, pada santan terdapat butiran minyak dalam air. Butiran minyak tersebut mempunyai fase yang berbeda dengan air, walaupun keduanya berwujud cair.
Butiran minyak dalam santan bertindak sebagai fase terdispersi, sedangkan air sebagai medium pendispersi. Oleh sebab itu, santan juga termasuk contoh sistem koloid yang lain karena punya fase terdispersi dan medium pendispersi, ya.
Contoh sistem koloid lainnya yang bisa kita temui di kehidupan sehari-hari, antara lain ada mayones, keju, jelly, cat, kosmetik, dan obat-obatan. Bahkan, darah yang ada di dalam tubuh kita itu termasuk sistem koloid, lho! Kok bisa?karena tubuh kita memiliki mekanisme pembekuan darah atau disebut juga sebagai koagulasi. Apa itu mekanisme pembekuan darah?
Mekanisme pembekuan darah adalah kondisi menggumpalnya darah di sekitar luka, untuk menghentikan perdarahan yang terjadi. Mekanisme ini otomatis dilakukan oleh tubuh supaya tubuh nggak kehilangan terlalu banyak darah saat terluka.
PROSES PEMBEKUAN DARAH
Ketika kita terluka dan mengeluarkan darah, trombosit akan segera melekat di dinding jaringan pembuluh darah dan membentuk sumbatan yang bisa memberikan perlindungan darurat, supaya darah yang keluar nggak berlangsung secara terus-menerus. Nah, mekanisme ini bisa digambarkan dengan skema berikut.
Jadi, ketika kita terluka dan berdarah, trombosit akan pecah dan mengeluarkan enzim trombokinase. Trombokinase ini akan mengubah senyawa protrombin menjadi trombin dengan bantuan Ca2+ (kalsium) dan vitamin K. Selanjutnya, trombin akan mengubah protein fibrinogen yang ada di plasma darah menjadi benang-benang fibrin. Benang-benang fibrin inilah yang akan menyumbat luka, sehingga darah berhenti mengalir.
KOMPONEN PENYUSUN DARAH
Ternyata, darah kita itu terdiri atas beberapa komponen, lho! Bukan cuma sel darah merah aja, tapi juga ada sel darah putih, trombosit (keping darah), serta plasma darah. Lalu, kenapa darah kita berwarna merah?
Nah, jika dilihat dari gambar di atas, komponen penyusun darah itu ada berbagai macam. Mulai dari plasma darah, sel darah merah, sel darah putih, serta trombosit (keping darah). Sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit memiliki komposisi sebanyak 45% di dalam darah. Sementara sisanya (55%) merupakan plasma darah. Berarti, komponen penyusun darah yang terbesar adalah plasma darah.
Plasma darah sendiri warnanya adalah putih kekuningan. Nah, kalau plasma darah sudah bercampur dengan sel darah putih, keping darah, serta sel darah merah yang warnanya merah pekat, tentu saja warnanya akan ikut menjadi merah ya, teman-teman! Karena warna merah yang dimiliki sel darah merah sangat pekat dan dominan. Oleh karena itu, darah kita tetap berwarna merah meskipun komponennya bukan hanya sel darah merah.
Sekarang kita bahas satu per satu mengenai komponen penyusun darah, yuk!
1. Plasma Darah
Plasma darah merupakan cairan putih kekuningan yang tersusun dari 92% air, 7% protein plasma (Albumin, Globulin, dan Fibrinogen), dan 1% mineral, oksigen, serta bahan organik dan anorganik lain. Albumin pada plasma darah berfungsi untuk memelihara tekanan osmotik. Sedangkan globulin berfungsi untuk membentuk zat antibodi. Selain itu, ada juga fibrinogen yang berperan penting dalam proses pembekuan darah.
2. Sel Darah Merah (Eritrosit)
Eritrosit adalah sel darah yang bersirkulasi di seluruh tubuh dan menyalurkan oksigen ke jaringan tubuh. Pada manusia, sel darah merah berbentuk bikonkaf (cekungan ganda) dan tidak mempunyai inti sel. Sel darah merah mengandung protein hemoglobin yang digunakan dalam transpor oksigen. Nah, warna merah pada sel darah merah itu dipengaruhi oleh hemoglobin, guys!
Usia sel darah merah di tubuh kita bisa mencapai 120 hari. Sel darah merah yang sudah rusak atau sudah tua akan dipecah di dalam hati dan limfa. Kemudian, sel darah merah akan kembali diproduksi di sumsum tulang belakang. Produksi sel darah merah ini dikontrol oleh hormon eritropoietin yang dilepaskan oleh ginjal.
3. Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit mempunyai bentuk yang tidak tetap, tidak berwarna, dan mempunyai inti sel. Di dalam darah, komposisi sel darah putih sangat sedikit, yaitu kurang dari 1%. Sel darah putih memiliki fungsi utama untuk merespon imun, mengenali, dan mematikan kuman penyakit. Perlu kamu ketahui juga bahwa ukuran sel darah putih itu lebih besar daripada sel darah merah, lho!
4. Keping Darah (Trombosit)
Keping darah atau trombosit adalah fragmen sel yang terlibat dalam pembekuan darah. Hayoo, masih inget nggak, peran trombosit dalam proses pembekuan darah? Kalau lupa, kamu bisa cek kembali skema proses pembekuan darah di atas, ya!
Trombosit ini bentuknya tidak teratur, tidak mempunyai inti sel, serta berukuran lebih kecil dibandingkan sel darah merah maupun putih. Sayangnya, trombosit hanya berumur 8 hari sebelum akhirnya dirombak di sumsum merah.
Untuk tahu bentuk dari masing-masing komponen penyusun darah, kamu bisa lihat pada gambar ini
FUNGSI SISTEM PEREDARAN DARAH
Kenapa sih, di dalam tubuh kita harus ada darah?meskipun terkadang tampak menyeramkan karena berwarna merah gelap, kita tetap butuh darah lho, karena darah merupakan salah satu komponen penting yang menyusun sistem peredaran darah dalam tubuh.
Sistem peredaran darah merupakan suatu sistem organ yang melibatkan jantung dan pembuluh darah yang berfungsi untuk menyirkulasikan darah di dalam tubuh. Sistem peredaran darah berfungsi untuk:
Transportasi zat (oksigen, karbondioksida, hormon, dan sari-sari makanan).
Mempertahankan suhu tubuh dengan mengedarkan panas tubuh secara merata ke seluruh tubuh.
Pertahanan tubuh dari serangan patogen.
Perbedaan Koloid dengan Larutan dan Suspensi
Oh iya, selain koloid, larutan dan suspensi juga termasuk campuran dua atau lebih zat, loh! Terus, bedanya apa ya antara koloid, larutan, dan suspensi? Nah, untuk memudahkan kamu membedakan koloid dengan larutan dan suspensi, perhatikan tabel berikut!
Ciri-Ciri Koloid
Nah, dari pengertian serta perbedaannya dengan larutan dan suspensi, kita bisa simpulkan ciri-ciri koloid, yaitu sebagai berikut:
1.Terlihat homogen bila dilihat mata, namun berbentuk heterogen bila diamati menggunakan mikroskop ultra.
2.Terdapat fase terdispersi dan medium pendispersi.
3.Partikel berdimensi antara 1-100 nm.
4.Bersifat stabil.
5.Tidak dapat disaring, kecuali menggunakan alat penyaringan ultra.
Jenis-Jenis Koloid
Pada koloid, fase terdispersi dan medium pendispersi bisa berwujud padat, cair, dan gas. Oleh karena itu, berdasarkan perbedaan antara fase terdispersi dan medium pendispersinya, sistem koloid dibagi menjadi 8 jenis, di antaranya bisa lihat di tabel berikut:
1. Sol Padat
Sol padat memiliki fase terdispersi padat dalam medium pendispersi yang padat juga. Sol padat ini terbentuk karena pengaruh tekanan dan suhu, sehingga menghasilkan padatan yang kokoh dan keras.
Contoh sol padat adalah batuan ruby (batuan permata). Batuan ruby ini merupakan padatan kromium (Cr) yang tersebar dalam padatan aluminium oksida. Sehingga, dari sini bisa kelihatan ya, kalau padatan kromium (Cr) itu sebagai fase terdispersi dan padatan aluminium oksida (AI2O3) sebagai medium pendispersi.
2. Sol
Sol memiliki fase terdispersi padat dalam medium pendispersi cair yang tidak mudah berubah sifatnya. Jadi, bedanya sol dengan sol padat itu terletak di medium pendispersinya, ya.
Kalau sol padat mediumnya padat, sedangkan sol mediumnya cair. Contoh jenis sistem koloid berupa sol adalah cat tembok. Cat tembok terdiri dari banyak jenis padatan, di antaranya kalsium karbonat (CaCO3), kaolin, dan lain sebagainya. Zat padat (fase terdispersi) inilah yang mengalami penyebaran dalam medium cair (medium pendispersi) yang berupa air (H2O).
3. Aerosol Padat
Aerosol padat memiliki fase terdispersi padat dalam medium pendispersi gas. Contoh aerosol padat adalah asap kendaraan. Asap kendaraan mengandung padatan berupa timbal, karbon, karbon monoksida, dan lain sebagainya, yang merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari mesin.
Makanya, ketika kamu melewati kendaraan bermotor yang mengeluarkan asap, kadang kamu akan merasakan kelilipan karena adanya padatan (fase terdispersi) di dalam asap (medium pendispersi).
4. Aerosol
Aerosol memiliki fase terdispersi berupa cairan dan medium pendispersi berupa gas. Jadi, bedanya aerosol dengan aerosol padat terletak pada fase terdispersinya. Aerosol tidak bisa bertahan lama. Hal ini karena zat penyusunnya yang mudah rusak oleh perubahan suhu dan tekanan udara lingkungan.
Contoh aerosol adalah parfum. Saat parfum disemprotkan di udara, cairan parfum akan terdispersi atau tersebar di udara yang wujudnya gas sebagai merupakan medium pendispersi.
5. Emulsi Padat
Selanjutnya, ada emulsi padat yang memiliki fase terdispersi berupa cairan dalam medium pendispersi padat. Contoh emulsi padat adalah agar-agar. Agar-agar terbuat dari air (fase terdispersi) yang dicampur dengan bubuk agar-agar (medium pendispersi).
Pada saat bubuk agar-agar dipanaskan dalam air, serat dari agar-agar akan bergerak bebas. Saat proses pendinginan, serat tersebut akan saling merapat dan memadat. Jadi, pada agar-agar itu, partikel-partikel air terdispersi atau tersebar dalam partikel agar-agar.
6. Emulsi
Nah, kalau fase terdispersi dan medium pendispersinya berupa cairan, maka disebutnya emulsi. Emulsi biasanya tersusun oleh cairan dengan kepolaran senyawa yang berbeda, sehingga tidak saling bercampur.
Contoh jenis sistem koloid berupa emulsi adalah susu. Emulsi pada campuran susu dan air itu terjadi ketika partikel air terdispersi atau tersebar dalam partikel-partikel susu. Nah, karena partikel air dan susu ini punya level kepolaran yang beda, maka kedua zat ini ga bisa bercampur dengan sempurna, sehingga susu itu termasuk koloid, bukan larutan.
7. Buih Padat
Busa padat memiliki fase terdispersi berupa gas dalam medium pendispersi padatan, atau bisa disebut juga gas yang terdispersi di dalam padatan. Contoh sistem koloid berupa buih padat adalah spons. Jika dilihat, spons itu merupakan sebuah padatan, tapi ketika dipencet ternyata isinya udara. Itu tandanya, partikel-partikel udara atau gasnya tersebar dalam medium padat, ya.
8. Buih
Jenis koloid yang terakhir, yaitu buih. Bedanya dengan buih padat, kalau buih memiliki fase terdispersi berupa gas dalam medium pendispersi cair, atau bisa disebut juga gas yang terdispe.